Showing posts with label Kyrgyzstan. Show all posts
Showing posts with label Kyrgyzstan. Show all posts

Tuesday, November 15, 2011

Saya Bangga Jadi Tumblerarian!


Jujur saja sepuluh tahun sebagai vegetarian, sampai saat ini saya belum sepenuhnya pemakan sayur saja. Masih lakto-ovo vegetarian, makan telur hayuk, produk susu juga nggak nolak. Malah udah beberapa tahun ini kadang makan seafood. Tolong jangan sodorin saya kerang dan salmon, bisa habis dalam sekejap.

Sama aja jadi pengguna wadah tempat minum alias tumblerarian juga belum sepenuh kuasa--walau niat sudah sepenuh hati. Kadang kala, ketika sedang melanglang berpetualang kepentok dengan keadaan di jalan. Tidak bisa isi ulang air minum dari keran, jadilah isi ulangnya dari botol air minum kemasan juga. Walau begitu, saya tetap bangga jadi tumblerarian! Lebih sedikit botol plastik, untuk dunia yang lebih baik.

Tumbler gendut saya yang setia menemani

Ini ada cerita dari petualangan saya di Jalur Sutra bulan Mei kemarin. Bermula di suatu toilet super bersih di Tashkent, Uzbekistan. Demi niat menjadi tumblerarian yang berdedikasi, saya isi tumbler dengan air dari keran wastafel loh. Habis, waktu saya cicipi airnya cukup enak  dan jernih. Lagian setelah itu saya campur dengan satu sloki Gin sih, sebagai penetralisir dan desinfektan. Airnya jadi tambah segar dengan bau herbal ala Inggris dari air suci saya. 

Harap resep ini jangan ditiru kalau tidak bermental nekat, hanya dalam keadaan khusus. Hasilnya, saya masih terbukti sehat walafiat loh selama lima hari kemudian minum dari botol dengan cara begitu, hemat dan nggak nyampah botol plastik. Hidup air keran dan Gin!

Friday, August 12, 2011

Tepian Asa di Perbatasan Kirgizstan

Di dekat perbatasan, mulai terlihat deretan mobil-mobil yang mengantri di pos pengecekan Dustlik. Malang bagi kami, bis tidak diizinkan masuk. Jadilah kami harus berjalan kaki kurang lebih 200 meter ke pos imigrasi. Di sana, kami pun melewati petugas keamanan dengan perawakan khas kaukasia yang tinggi tegap dengan senjata sejenis AK-47 di tangan mereka. Sejujurnya saya tidak pernah begitu dekat di bawah todongan senjata seperti itu, dan moncong anjing herder.  Apalagi ditambah suasana khas pos negara Eropa Timur yang biasa saya lihat di film Hollywood, kaku, pagar berduri.

Belum lagi petugas di sini sepertinya memiliki waktu luang yang banyak sekali, lebih tepatnya kurang kerjaan. Setiap barang yang kami bawa akan dikeluarkan dan ditanya sampai detil kegunaannya. Lucu, karena kadang petugas-petugas itu cekikikan dengan temannya membahas barang-barang dari dunia lain yang mereka lihat di tas kami. Dalam hati saya berpikir, memangnya kami terlihat seperti pengedar narkoba atau penjual organ manusia--yang kabarnya banyak di wilayah asia tengah ini.


Daerah pertanian menjelang pos imigrasi Dustlik

Di tengah udara yang kering, angin dingin berhembus kencang. Kami pun dipaksa berdiri di tengah jalanan berdebu di depan kantor kecil imigrasi. Dalam antrian yang tak kunjung usai. Siang itu hanya ada grup kami di pos imigrasi mereka, jadilah kami mangsa yang empuk.

Supaya cepat selesai dengan lancar, di depan petugas perbatasan itu kami harus memerankan lakon turis bodoh. 

Yang penting siap sedia senyum lebar di bibir, menjawab apa yang mereka tanya dengan manis dengan bahasa apa saja--toh mereka tidak mengerti-- siapkan juga jurus pamungkas bahasa tubuh. 

Friday, June 3, 2011

Denting Dawai Doktor Komuz


Kali ini, di antara bukit hijau kaum nomaden Kirgizstan saya menemukan bagian yang paling orgasmik dari keseluruhan hari. Matahari saat itu sedang agak kelabu, sekitar jam tiga sore di awal bulan Mei 2011. Sebelum mencapai gunung bersalju, saya harus berkendara melintasi dataran tinggi Kirgiz yang seperti bentangan karpet menghijau. 

Sampai di ketinggian hampir tiga ribu meter di atas permukaan laut, saya dan grup beristirahat di sebuah yurt yang dijadikan tempat peristirahatan dan kedai teh. Tidak disangka di sana ada beberapa rombongan akademisi yang mau menyambut delegasi penting dari Cina dengan nyanyian khas Kirgiz. Jadilah kami menonton mereka latihan musik dengan komuz (gitar tradisional Kirgiz).



Di antara pemain, ada satu yang sangat menonjol, dia seorang doktor dari Universitas Bishkek. Namun, sayang sekali saya lupa menuliskan namanya yang cukup sulit untuk diingat. Masih terngiang ketika saat itu saya bertanya apa yang membuatnya begitu dalam menghayati permainan komuz. Dia tersenyum dan menjawab,

"Ketika saya memegang komuz dan mulai memainkannya, saya lupa pada segala masalah. Diri saya menjadi sensitif," ujarnya.