Thursday, July 7, 2011

Pisang Karma dari Gadis Heaveneye


Terdampar lagi di Bandara Internasional Beijing. Kali ini kedua kalinya di kotanya Mao Zedong  pada saat musim panas. Pagi bulan Juli di Beijing berasa seperti di Puncak, dingin. Pesawat ke Ulaanbaatar baru berangkat tengah malam nanti. So what?

Oh well, di kota cantik ini pasti lagi bertaburan buah persik montok-montok. Jadi, tujuh belas jam ke depan akan menjadi tantangan mencari buah persik musim panas. Slurp! Air liur hampir menetes. Lets go!

Sambil gosok-gosok tangan ke pantat, ke bagian yang paling hangat setelah duduk tujuh jam di pesawat -harusnya ya. Lalu saya joging dari balai kedatangan menuju balai imigrasi. Lumayan olahraga pagi. Di pesawat udah dikasih makan dua kali, tapi kok kepengen teh panas. Malas juga nongkrong di resto bandara sepagi ini belum ada yang buka. Belum lagi saya nggak suka dengan aroma toko khas kota-kota di Cina, seperti campuran dari bau cuka, bawang putih fermentasi, mie instan basi, dan hairspray tante-tante. Alasan deh!

Yang sebenarnya adalah saya malas duduk di resto bandara hanya untuk pesan makanan dan minuman panas. Buang uang, lagian ini di Cina bung! Hampir semua tempat publik memiliki sarana kran air panas, gratis lagi. Nggak cuma di Cina sih, hampir di seluruh Asia tengah budayanya sama. Pergi aja ke minimarket, beli mie instan cup, seduh teh di tumbler, cari tempat duduk oke. Sambil sarapan bisa pakai wifi bandara untuk browsing jalur bus ke daerah Andingmen. Aww, beres!

Sekitar jam 10.30 saya turun ke bawah menuju halte bus bandara. Saya ambil jalur dua (line 2) menuju Xidan dan karena saya mau ke Nan Luo Guxiang , maka turun di halte ke dua, West Andingmen Bridge dan jalan kaki 10 menit ke arah Lama Temple di Beixinqiao. Tenang saja, sepanjang jalan dari Andingmen menuju Nan Luo Guxiang hanya memakan waktu 15 menit jalan kaki, kamu nggak akan bosan. Di kanan kiri tersebar puluhan restoran, kios makanan kecil seperti sushi dan dim sum, mini market, sampai toko teh. Panjang deskripsinya. Pokoknya semua menggugah indramu deh!

Khusus di dekat Lama Temple banyak tersebar toko suvenir dan cinderamata. Kamu bisa mendapatkan banyak barang khas Tibet, Nepal, dan Bhutan khusus di daerah ini. Sepertinya karena Lama Temple menganut Buddha Tibetan jadi nggak heran banyak toko yang menjual barang khas dari Himalaya. Selain itu, segala yang berbau Tibet adalah hal yang eksotik dan trendi bagi para kaum muda Beijing saat ini.

Ada hal lucu yang terjadi setelah keluar dari Lama Temple. Saat itu sudah jam 2 siang, cukup terik, saya benar-benar ngidam persik. Lirik kanan kiri nggak kelihatan tukang buah satu pun. Persik, pisang, melon, cherry, mangga. Nyess, bayangan buah terlalu jelas menggoda di kepala.

"Duh, buah apa aja saya mau deh!" jerit saya dalam hati.

Baru beberapa langkah, ada toko suvenir Nepali. Keren. Saya masuk dan mulai melihat batu-batu himalaya yang sudah berbentuk gelang, tasbih, mau pun kalung. Ada rajutan karpet mandala yang kuno. Terpesona, saya pun sambil berhitung dalam hati berapa Yuan tersisa dari jatah transport saya hari ini yang bisa dibuat belanja.


Himalayan Red Coral Stone
"Namaste," sapa saya kepada gadis penunggu toko yang berparas Cina Nepali.
"Namaste, please take a look. You seem to like the Himalaya red coral stone," ujarnya.
"I do. I've seen a lot before from my last trip there but haven't got the chance to have them. You have beautiful one," balas saya dengan sopan.

Tiba-tiba dari balik meja dia mengambil pisang dan menyodorkan satu kepada saya. Mungkin ini yang namanya nasib baik setelah memutar banyak roda karma di Lama Temple. Melafal banyak mantra Om Mani Padme Hum  ternyata berbuah hasil.
"For me? Thank you so much. Buddha bless you! You make a very good karma today. Look! sharing your bananas to a stranger like me. And to be honest I'm really cravings for fruits just before ," ujarku dengan antusias.
"I always believe in prayer. My shop called Heaveneye. Maybe it see your wish," sahutnya tersipu dengan bahasa Inggris yang berlafal aneh.
"This universe works in symmetrical energy in a form of this fat yellow banana. My luck! Xi xie," balasku sambil menghaturkan dua telapak tangan padanya.

Sepertinya ia kurang jelas mengerti tapi hanya mengangguk dan berkata, "Xie xie," diikuti dengan rentenan kata dalam bahasa Cina yang tidak kumengerti.

Sayang sekali setelah itu saya harus permisi tanpa membeli apa pun. Tadi pagi hanya menukar Yuan dalam jumlah terbatas. Saya masih perlu biaya untuk mencari buah persik, makan malam, dan biaya subway ke bandara. Si gadis Nepali memberi saya kartu namanya. Katanya saya akan kembali lagi. Dia sih bilang percaya itu. Saya tersenyum sambil berkata kalau suatu hari nanti, pasti kembali ke toko Heaveneye di Yonghegong Dajie.

Sekilas di toko kecil yang berbau dupa ini saya mendapati shangrilla kecil. Gadis cantik dengan mata sipit serta rahang kuat dan hidung tinggi khas Nepali. Tjin si baik hati yang berbagi karma baiknya dengan saya. Akhirnya, sambil berjalan santai saya mengunyah pisang pemberiannya dengan perlahan. Manis, legit, menyenangkan.

Biar pun ngidam buah persik tapi dapatnya pisang, tetap bersyukur. Jangan khawatir pencarian buah persik Son Goku masih berlanjut di sini.






Artikel Perjalanan Terkait:


No comments:

Post a Comment