Jujur saja sepuluh tahun sebagai
vegetarian, sampai saat ini saya belum sepenuhnya pemakan sayur saja. Masih
lakto-ovo vegetarian, makan telur hayuk, produk susu juga nggak nolak. Malah
udah beberapa tahun ini kadang makan seafood. Tolong jangan sodorin saya kerang dan
salmon, bisa habis dalam sekejap.
Sama aja jadi pengguna wadah tempat minum alias tumblerarian juga belum sepenuh kuasa--walau niat sudah sepenuh hati. Kadang kala, ketika sedang melanglang berpetualang kepentok dengan keadaan di jalan. Tidak bisa isi ulang air minum dari keran, jadilah isi ulangnya dari botol air minum kemasan juga. Walau begitu, saya tetap bangga jadi tumblerarian! Lebih sedikit botol plastik, untuk dunia yang lebih baik.
Sama aja jadi pengguna wadah tempat minum alias tumblerarian juga belum sepenuh kuasa--walau niat sudah sepenuh hati. Kadang kala, ketika sedang melanglang berpetualang kepentok dengan keadaan di jalan. Tidak bisa isi ulang air minum dari keran, jadilah isi ulangnya dari botol air minum kemasan juga. Walau begitu, saya tetap bangga jadi tumblerarian! Lebih sedikit botol plastik, untuk dunia yang lebih baik.
Tumbler gendut saya yang setia menemani |
Ini ada cerita dari petualangan saya di Jalur Sutra bulan Mei kemarin. Bermula di suatu toilet super bersih di Tashkent, Uzbekistan. Demi niat menjadi tumblerarian yang berdedikasi, saya isi tumbler dengan air dari keran wastafel loh. Habis, waktu saya cicipi airnya cukup enak dan jernih. Lagian setelah itu saya campur dengan satu sloki Gin sih, sebagai penetralisir dan desinfektan. Airnya jadi tambah segar dengan bau herbal ala Inggris dari air suci saya.
Harap resep ini jangan ditiru kalau tidak bermental nekat, hanya dalam keadaan khusus.
Hasilnya, saya masih terbukti sehat walafiat loh selama lima hari kemudian minum dari
botol dengan cara begitu, hemat dan nggak nyampah botol plastik. Hidup air
keran dan Gin!